Kamis, 01 Mei 2008

Pesona Sansevieria Mini

Inilah legenda karya Jonathan Swift! Di tepi pantai, Gulliver, dokter muda asal Inggris, tergolek pingsan. Ia terdampar setelah kapal layarnya karam dihantam gelombang. Betapa terkejutnya Gulliver kala tersadar. Seluruh tubuh terikat. Ratusan prajurit mini-seukuran 6 inci setara 15 cm-mengelilingi dengan senjata terhunus. Kisah di negeri liliput itu begitu populer ke penjuru negeri. Namun, di Penang, Malaysia, bukan prajurit mini yang terkenal. Di sana, sansevieria mini seukuran 5-15 cm mulai populer. Pantas sansevieria mini digandrungi hobiis Malaysia. 'Sosoknya imut. Itu menjadi daya tarik buat hobiis pemula,' kata Tham Peng Hooi, pemilik Xiang Fook Garden. Pada Pameran Bunga di Taman Botani Pulau Penang misalnya. Trubus melihat sebagian besar gadis dan ibu rumahtangga yang keluar dari stan Xiang Fook menenteng jinjingan berisi si liliput. Padahal, lidah jin-sebutan sansevieria di negeri jiran-itu dibandrol dengan harga tinggi. Sebut saja sansevieria dari keluarga trifasciata. Ia dibandrol dengan harga rata-rata RM28 setara Rp70.000. Bandingkan dengan sansevieria serupa yang bersosok biasa, harganya hanya Rp15.000-Rp20.000. 'Bila tak dibuat mini, jarang dilirik. Dianggap tanaman biasa,' ujar Tham. Menurutnya, ide membuat sansevieria mini berasal dari ayahnya, Tham Hok Cheng. Tham senior 'mengerdilkan' sansevieria agar tanaman itu bisa diletakkan di atas meja: di samping komputer atau di dekat asbak. Ketika itu 2 tahun silam, keluarga Tham mendapat informasi sansevieria bermanfaat bagi lingkungan. 'Kabarnya dia (sansevieria, red) antipolusi dan antiradiasi. Bukankah cocok diletakkan di meja perokok dan pegawai yang selalu di depan komputer?' tanya Tham senior. Lidah naga-sebutannya di China-pun dibuat mini dengan cara sederhana. Rimpang atau anakan sansevieria yang baru muncul ditanam di pot mini berdiameter 8-12 cm dengan media cocopeat murni. Pertumbuhan sansevieria pun terhambat karena media miskin hara. Dosis rendah Menurut Tham, agar kehidupan si mini tetap berjalan, setiap minggu disiram dan disemprot pupuk daun dosis rendah. Sebutan takaran rendah itu mengacu pada dosis kemasan. 'Sekitar 1/2-1/4 dari dosis yang tertera. Jenis pupuk apa pun bisa digunakan,' ujar Tham. Inovasi ayah dan anak itu tak berhenti sampai di situ. Untuk mendongkrak harga Tham menanam sansevieria mini berdekatan dengan boneka-mini di sebuah pot sedang, berdiameter 20 cm. Tampilan lidah mertua itu menjadi cantik, mirip taman mini. Harga pun melambung menjadi RM68 setara Rp170.000. Kreasi dari negeri jiran itu mengingatkan pada sansevieria koleksi A Gembong Kartiko di Batu, Jawa Timur. Sejak 1,5 tahun silam ia 'membonsai' sansevieria mini untuk mengangkat pamor si lidah naga (baca: Lidah Jin Kecil Itu Indah, Trubus Mei 2007). Gembong juga menggunakan media minim hara meski berbeda. Ia memakai 100% sekam bakar atau pasir malang, sekam mentah, dan sekam bakar dengan komposisi 2:1:1. Pengrajin gerabah itu mencetak sansevieria mini untuk memuaskan hobiis sansevieria Jawa Timur yang umumnya berlatar belakang bonsai. Menurut Gembong tren sansevieria mini di Malaysia membuktikan lidah naga kerdil memang cocok untuk hobiis, mulai dari pemula hingga kolektor. 'Itu sebuah bukti, sansevieria tanaman bandel. Ia bisa tumbuh di media apa pun, mulai cocopeat, mosh, sekam, hingga pasir murni,' tutur Gembong. Bahkan, menurut Agus Mulyadi, pemilik nurseri Griya Disp, Solo, sansevieria mini bagaikan sebuah lokomotif. Ia menjadi pintu masuk hobiis pemula untuk menyukai lidah mertua. Ia membuktikan dalam sebuah sosialisasi sansevieria 3 bulan silam, sebanyak 200 pot lidah mertua mini, ludes diserbu pemula. Pasir laut Nun di Yogyakarta, ada juga Yoe Kok Siong, yang membuat sansevieria mini dengan cara tak lazim. Pemilik nurseri Kaliurang Garden Center itu menumbuhkan sansevieria dari kelompok trifasciata di media pasir laut. Semuanya berawal dari kebetulan belaka. Ketika itu setahun silam, ia mengambil pasir laut untuk dihamparkan di taman. Tak disangka, sansevieria yang terkena pasir laut tumbuh bagus. Padahal, sebelumnya lidah mertua itu terabaikan lantaran membusuk di pot dengan media biasa-campuran tanah, kompos, dan sekam. Ia pun memindahkan sepot lidah naga ke dalam pot kecil dengan media pasir laut murni. 'Pasir cukup dijemur sampai kering, baru dipakai sebagai media,' katanya. Benar saja, sang lidah jin tumbuh prima meski berukuran mini. Pengusaha jamu itu lalu meletakkannya di atas meja selama berbulan-bulan tanpa penyiraman. Menurut Yoe, sansevieria tetap mendapat pasokan air karena kelembapan Kaliurang tinggi. Diduga pasir laut mampu menyerap butiran air dari udara. Sementara sosok mini terjadi karena ukuran pot kecil, sehingga pergerakan akar dan daun terhambat. Media itu berhasil menumbuhkan sansevieria mini sebanyak 400 pot. Menurut Lanny Lingga, praktisi tanaman hias di Bogor, sebetulnya sansevieria tak menyukai media dengan elektrokonduktivitas (tingkat penghantaran listrik yang dipengaruhi jumlah kation dan anion, red) tinggi dan suasana basa. Kemungkinan besar pasir pantai memiliki elektrokonduktivitas tinggi dan suasana basa karena tingginya kadar garam, 'Bila yang digunakan pasir pantai, kadar garam tinggi, karena terjadi proses pengendapan garam. Lidah mertua bisa keracunan garam dan busuk karena bakteri. Soalnya, bakteri menyukai suasana basa,' tutur Lanny. Namun, bukan berarti pasir laut tak bisa digunakan. 'Saat ini banyak pasir laut yang dipakai sebagai media. Ia bukan pasir dari tepi pantai, tapi diambil dari tengah laut dengan cara membor,' kata Lanny. Yang disebut terakhir memang cocok digunakan sebagai media sansevieria maupun tanaman lain. Pasalnya, ia tak mengandung kadar garam yang tinggi dan pH netral. Tertarik membuat sansevieria mini? 'Coba saja dengan media apa pun. Prinsipnya, minimkan hara dan tanam di pot kecil,' kata Gembong. Si kerdil pun tak hanya dinikmati di negeri liliput. Menurut Yoe, kecantikan si mungil bisa dinikmati di atas meja, bahkan di samping komputer, di ruang kerja. (Destika Cahyana/Peliput: Nesia Artdiyasa)

Selasa, 22 April 2008

Sansevieria di Puncak Tahta

Dua puluh kotak styrofoam 40 cm x 30 cm x 6 cm berjajar dalam greenhouse seukuran 2 kali meja pingpong. Di atas kotak terdapat potongan daun patens, downsii, kirkii, dan pinguicula yang dialasi sekam. Begitulah cara Andy Solviano Fajar memperbanyak sansevieria untuk memenuhi tingginya permintaan. Dalam 3 bulan terakhir, ia memasarkan 200 pot terdiri atas 4—5 daun. Dari perniagaan itulah, pekebun di Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, itu meraup omzet Rp25-juta per bulan.


Dua ratus pot yang terjual terdiri atas 50 pot patens, 75 pot downsii, 25 pot pinguicula, dan 50 pot kirkii. Bibit yang dijual berumur 5—6 bulan, seukuran kunci sepeda motor. ‘Memang masih kecil, sebab baru dipisah sudah langsung dipesan,’ katanya. Konsumennya pedagang di seputaran Solo, Yogyakarta, dan Blitar. Omzet Andy lebih besar jika memperhitungkan penjualan 20 pot ehrenbergii, pinguicula, dan patens dewasa seharga Rp750-ribu—Rp2,5-juta per pot. Pundi-pundi ayah 1 anak itu menebal pada awal tahun karena permintaan bibit melonjak 100% ketimbang penghujung 2007.


Andi memperbanyak sansevieria sejak 1,5 tahun silam. Itu dimulai dari keberaniannya mencacah daun kirkii berukuran 10 cm x 20 cm menjadi 5 cm x 5 cm. Perbanyakan itu sukses. Oleh karena itu ia menerapkannya pada spesies lain seperti patens, downsii, dan rorida yang berdaun tebal. Total jenderal diperoleh 3.500 anakan. Saat wartawan Trubus Nesia Artdiyasa, mampir ke kebunnya pada Februari 2008, bibit yang tersisa hanya pinguicula 75 pot, rorida 35, dan kirkii 40.


Untuk memenuhi tingginya permintaan, Andy menambah indukan baru. Ia membeli malawi 5 daun seharga Rp2-juta dan mencincangnya menjadi 15 potong. Dua desertii masing-masing 2 daun seharga Rp750-ribu dipecah menjadi 15 potong. Jebolan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada itu juga memborong 6 pot patens terdiri atas 7 daun. Tanaman seharga Rp250-ribu—Rp750-ribu itu lalu dicacah menjadi 100. ‘Itu untuk persiapan penjualan 5 bulan ke depan,’ kata pemilik nurseri Sekar Jagad itu.



Rezeki nomplok


Berkah sansevieria pun dirasakan Franky Tjokrosaputro, presiden direktur PT Bumi Teknokultura Unggul, di Jakarta. Selama 11 hari pameran di Trubus Agro Expo 2008 di Parkir Timur Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta Pusat, Franky sukses menjual 200 pot Sansevieria cylindrica ‘patula’ dan S. cylindrica ‘bintang.’ Dengan harga tanaman berukuran 10 cm Rp50.000, ia memperoleh pendapatan minimal Rp10-juta. Itu belum termasuk penjualan masoniana congo dan silver.


Menurut Franky nominal itu tak terduga sebelumnya. Pasalnya, cylindrica yang dikebunkan sejak 2005 untuk pasar ekspor. ‘Saya menyiapkan untuk ekspor pada pertengahan 2008. Ternyata sejak awal tahun pasar lokal bisa menyerap. Itu benar-benar rezeki nomplok,’ kata kelahiran Solo 31 tahun silam itu.


Di Medan, Sumatera Utara, Poppy Anggraeni, pun ketiban rezeki sansevieria. Pemilik nurseri Ivanna itu meraup omzet Rp75-juta selama berpameran di Jakarta pada awal Maret 2008. Itu penjualan 300 pot Sansevieria fischerii, ehrenbergii, gold flame, dan pinguicula. Bedanya, 50% penjualan Poppy berasal dari hasil perbanyakan di halaman rumah. Sisanya didatangkan langsung dari negeri Siam. ‘Yang ukuran 20 cm ke bawah hasil anakan sendiri. Yang besar diimpor,’ kata pengusaha rumah makan itu.



Kian berkibar


Bukan tanpa sebab 3 pekebun itu mendulang rupiah dari si tanaman ular. ‘Tren sansevieria kian menggila,’ kata Purbo Djojokusumo, pemain tanaman hias yang malang melintang selama 15 tahun itu. Mantan dokter di rumah sakit di Jakarta itu merujuk pada peningkatan permintaan lidah mertua yang melonjak 4 kali lipat sejak sebulan terakhir. Sebelumnya Purbo hanya sanggup menjual 10—20 pot per bulan. Pada Februari 2008 ia kelimpungan melayani permintaan 200 pot kirkii brown.


Harga sansevieria pun terus meroket. Sebut saja kirkii brown yang 2—3 bulan lalu hanya Rp100-ribu per daun, kini menjadi Rp250-ribu. Kirkii silver blue berukuran 20 cm yang semula Rp1-juta per daun naik 10 kali lipat Rp10-juta. Pada Januari 2008, bibit patens 4—5 daun ukuran 5 cm dibanderol Rp100-ribu per tanaman di tingkat pekebun. Spesies itu kini beredar dengan kisaran harga Rp175-ribu—Rp220-ribu di tingkat pekebun dan importir. ‘Itu karena permintaan meningkat, tapi stok lambat bertambah,’ kata Edi Sebayang, kolektor di Tangerang.


Menurut Drs Seta Gunawan, ketua paguyuban sansevieria di Yogyakarta, 3 pemicu tren sansevieria sejak 2 bulan terakhir adalah publikasi media, permintaan tinggi, dan pertambahan pemain. Willy Purnawanto SE dari Masyarakat Sansevieria Indonesia (MSI) di Yogyakarta menambahkan alasan lain. ‘Momentum tren yang sangat tepat. Saat tren di Indonesia, komunitas serupa di mancanegara sedang tumbuh,’ katanya. Menurut Willy, tren bersamaan itu membuat komunikasi antarpemain tak terbatas di wilayah domestik. Namun, mendunia mulai Thailand dan Filipina hingga ke Eropa dan Amerika Serikat.



Tren mancanegara


Pendapat Willy itu disepakati Ruangwit di Thailand. Menurutnya tren sansevieria di negeri Gajah Putih itu baru berlangsung setahun. ‘Tren dipicu terbitnya buku sansevieria karya Pramote Rojruangsang tahun lalu,’ kata Ruangwit kepada 2 wartawan Trubus Andretha Helmina dan Nesia Artdiyasa. Ia berburu lidah mertua ke Eropa, Amerika, dan Filipina melalui dunia maya. Hasilnya vernwood, ehrenbergii, koko, kirkii, dan erythraeae.


Menurut Bunlue Lodwan, presiden Thailand Sansevieria Club (TSC), ‘Sejak 6 bulan terakhir permintaan menggila,’ katanya. Bunlue yang sebelumnya meneruskan usaha sang ayah yang mengebunkan adenium banting setir ke sansevieria. Menurutnya lidah mertua itu diburu distributor dan kolektor dari Thailand, Jepang, dan Indonesia. Selama 6 bulan terakhir pria berusia 25 tahun itu meraup omzet hingga 300.000 bath setara Rp75-juta—Rp90-juta.


Permintaan bertubi-tubi itu menyebabkan harga di Thailand pada Maret 2008 naik 50—100% ketimbang Januari 2008. Pemasok Bunlue dari Filipina dan Amerika pun menaikkan harga. Di negeri Arroyo dan Bush itu harga naik hingga 20—30% dibanding 2—3 bulan sebelumnya.


Di Thailand saat ini tercatat 120 nurseri sansevieria. ‘Sebelumnya mereka bermain adenium, aglaonema, puring, atau keladi. Kini mereka serius memperbanyak sansevieria,’ kata Pramote Rojruangsang.


Sebuah komunitas di dunia maya pun menggambarkan tren sansevieria. Sebanyak 600 anggota dari berbagai negara bergabung. Sebut saja Perancis, Jerman, Jepang, Vietnam, India, dan Indonesia. Pada pertengahan 2007 sempat beredar kabar komunitas itu mati suri. Namun, pada penghujung 2007 dan awal 2008, interaksi antarhobiis mancanegara itu bergairah kembali. Dari kontak personal itu laju ekspor-impor antarbenua kerap berlangsung dengan volume beragam.



Pemain baru


Di tanah air juga bermunculan pemain baru. Di Yogyakarta, ada M Burhan, pemilik nurseri Bullion 99. Sejak 4 bulan silam pemilik perusahaan valas itu berburu lidah mertua di seputaran Kota Gudeg. Namun, sejak awal tahun ia mendatangkan 200 pot horwood, robusta, hallii, dan patens dari Filipina. Pada Februari setengah stok yang dimiliknya ludes diburu hobiis. Di Solo ada Boy Olifu Gea; di Wonosobo, Belly Rudianto; dan di Blora, Dedy Dwi P.


Di luar Jawa Tengah dan Yogyakarta pun banyak pemain tanaman hias yang melirik sansevieria. Contohnya Handry Chuhairy di Tangerang. Pemilik nurseri Hans Garden itu semula terkenal dengan adenium, pachypodium, dan aglaonemanya. Belakangan Trubus kerap memergoki manajer pasar swalayan itu berburu sansevieria dan berkompetisi di arena kontes. Di Palu, Sulawesi Tengah ada Yusmangun—kolektor aglaonema dan adenium—yang kepincut kecantikan lidah naga. Menurut Poppy, di Gorontalo, kini terdapat 3—4 nurseri yang mulai menjajakan sansevieria.


Gairah para pemain baru itu semakin terwadahi karena ajang kontes kian sering digelar. ‘Dulu kontes sering digelar, tapi peserta minim. Kini sebulan bisa 2 kali, dengan peserta membeludak,’ kata Sudjianto, juri kontes sansevieria asal Wonosobo, Jawa Tengah. Kontes yang digelar Trubus pada awal Maret 2008 tercatat 86 peserta; di Wonosobo, 110 peserta. Bandingkan dengan peserta kontes pada 2007 yang rata-rata hanya diikuti 30—50 peserta.



Risiko tinggi


Peluang di pasar sansevieria bukannya tanpa risiko. Mamay Komarsana, di Cipanas, Cianjur, hanya bisa mengelus dada saat kebun laurentii untuk ekspor ke Korea musnah diserang penyakit Erwinia sp pada 2003. ‘Modal Rp20-juta raib tak kembali. Saya kapok kebunkan lidah mertua berdaun tipis,’ kata mantan pegawai pabrik kabel itu.


Hamid Mahmud Baraja, eksportir di Malang, Jawa Timur, pun mengeluhkan omzet yang diraup dari pasar ekspor menurun drastis. Ia mencontohkan harga laurentii yang semula Rp20.000 merosot menjadi Rp10.000 per tanaman. Menurut Hamid, gempuran penyakit sulit diatasi, sehingga biaya produksi melambung. ‘Lebih besar pasak daripada tiang,’ ujarnya.


Di Puncak, Bogor, ada Samsudin, yang kebingungan melepas 1.000 superba. ‘Saya pikir jenis ini bakal diburu pascalaurentii, ternyata tak ada yang mau,’ kata pria berkacamata itu. Lantaran tak laku, superba itu dibiarkan tak terawat. Belakangan Samsudin memusnahkan 3.000 superba, hahnii, dan laurentii yang terserang bakteri.


Sejatinya, tak hanya lidah mertua berdaun tipis yang berisiko tinggi. Menurut Andy banyak pekebun di Solo yang mencacah daun kirkii, giant, dan rorida, gagal. Ketiganya termasuk lidah jin berdaun tebal. ‘Bagi yang belum berpengalaman, tingkat kematian tinggi. Bisa di atas 60%,’ katanya. Itulah sebabnya banyak pekebun yang Trubus sambangi takut mencacah daun si lidah naga.



Peluang ekspor


Namun, jika berbagai hambatan teratasi, pasar menanti pasokan sansevieria. Tak melulu pasar domestik yang terbuka, tapi juga ekspor. Franky Tjokrosaputro, mendapat permintaan 3—5 kontainer Sansevieria cylindrica ‘patula’ per bulan dari Belanda pada awal tahun ini. Satu kontainer 40 feet menampung 20.000—30.000 pot patula berukuran 40—50 cm. Permintaan dengan volume setara muncul dari 3—4 pembeli di Korea dan Jepang. ‘Dua negara yang disebut terakhir baru penjajakan,’ katanya.


Franky akan memenuhi permintaan itu pada Juni—Juli 2008. ‘Stok patula di kebun kita baru 100.000 tanaman. Kami masih menunggu panen plasma di Tangerang dan Kebumen,’ katanya. Franky bermitra dengan pekebun di Kebumen dan Tangerang. Kepada mereka, ia memberikan masing-masing 20.000 bibit dan 10.000 bibit. Targetnya 1-juta tanaman per tahun pada 2009—2010 dari lahan 5 ha dan para plasma.


Benarkah peluang ekspor itu realistis? Menurut Hamid peluang ekspor segala macam tanaman hias—termasuk sansevieria—terbentang luas. ‘Asal sanggup memasok rutin 3 kontainer per bulan, negara-negara di Eropa siap menampung,’ kata mantan pengusaha pasta gigi itu. Setelah mengirim sampel, Korea Selatan minta pasokan 3 kontainer Australia black sword . Kini ia baru mengebunkan jenis itu itu di lahan 1 ha.


Menurut Hamid, pekebun yang membidik pasar ekspor mesti siap menjual dengan harga partai. ‘Biasanya harga lebih rendah, tapi volume tinggi. Sistem kerjanya sudah skala komersial seperti di pabrik-pabrik,’ ujarnya.



Prediksi


Sampai kapan pasar sanggup menyerap sansevieria? Iwan Hendrayanta, ketua Perhimpunan Florikultura Indonesia, menyebutkan tren sansevieria bakal langgeng di tanahair. ‘Sansevieria sudah diterima masyarakat Indonesia,’ katanya. Menurut Iwan grafik tren sansevieria seperti gelombang transversal (naik dan turun, tapi sebetulnya ajek, red). Oleh karena itu sansevieria berpeluang sebagai tanaman sela. Saat tanaman hias lain booming, sansevieria seolah turun. Namun, begitu komoditas itu mulai turun, maka sansevieria berperan sebagai tanaman alternatif yang diburu.


Purbo menuturkan pada triwulan ketiga 2008, sansevieria bakal menjadi tanaman yang paling diburu di seluruh dunia. ‘Masa itu sansevieria seperti di puncak takhta. Harga bisa meroket 20 kali lipat karena pemintaan dan ketersediaan tak seimbang,’ katanya. Namun, ia memberi peringatan tren harga bisa terjun bebas pada triwulan ketiga 2009. Musababnya, pekebun di Thailand mulai getol memperbanyak sansevieria.


Pekebun Thailand sudah berhasil memperbanyak sansevieria dengan teknik cacah yang lebih unggul. ‘Tingkat keberhasilan mereka mencapai 100%. Pekebun di Indonesia paling 50%,’ ujar Purbo. Dipastikan, dalam 2 tahun hasil perbanyakan itu siap membanjiri pasar Indonesia.


Edi Sebayang memprediksi tren sansevieria bakal lebih panjang ketimbang adenium yang telah berlangsung 8 tahun. Itu karena perbanyakan dan pertumbuhan lidah jin lebih lambat, tapi berlimpah spesies dan varian. Lantaran itu, Edi mendatangkan 400 patens berumur 1 tahun dari Filipina. Hamparan patens itu kini bisa dilihat di halaman rumahnya.


Soeroso Soemopawiro juga sangat yakin, umur sansevieria bakal panjang karena merujuk ke Negeri Matahari. Menurutnya gembar-gembor sansevieria sebagai antipolutan membuat pemerintah Jepang menganjurkan warganya memelihara lidah naga di setiap rumah. Minat serupa bukan tak mungkin berlaku di tanahair.



Optimisme itulah yang kini dirasakan Andy, Franky, dan Poppy. Bagi mereka perbanyakan satu-satunya jalan meraup untung. ‘Thailand sanggup menjual tanaman dengan harga realistis, kenapa kita tak bisa,’ kata Andy. Bagi Franky harga ekspor yang tak sebaik lokal disiasati dengan peningkatan volume dan pemilihan jenis bandel.



Diambil dari : Trubus-online.co.id

Sabtu, 12 April 2008

Beberapa Species Sansevieria

1. Sansevieria Cylindrica (dari Angola)
Memiliki ciri sbb :
Rimpang tebal menyerupai batang atau akar tunjang tanaman berkayu, tumbuh didalam tanah hingga kedalaman 30 Cm, tergantung pada subspesiesnya.
Daun berbentuk silinder dengan diameter 1 sd 3 Cm.
Daun tumbuh roset terdiri dari 3 sd 4 daun yang panjangnya 45 sd 140 Cm.
Daun tumbuh dengan ujung meruncing.
Permukaan daun tidak rata, tidak mengkilap, dan berwarna hijau muda.
Perbanyakan dengan stek batang atau menumbuhkan rimpang yang bermata tunas.
Ada beberapa macam Cylindrica yang berbeda menurut ukuran diameter dan panjang daunnya.

2. Sansevieria Patens ( dari Afrika Timur : Kenya,Tanzania & Uganda)
Memiliki ciri sbb :
Rimpang tebal berserat, liat dan lebih pendek dibanding dengan Sansevieria Cylindrica.Rimpang tumbuh didalam tanah dangkal, terkadang menonjol diatas permukaan tanah, dan sering bercabang.
Daun tebal berbentuk silinder berdiameter 1 sd 2 Cm berwarna hijau gelap dan panjangnya 15 sd 30 Cm.
Daun muda yang baru tumbuh dari rimpang atau tunas baru berbentuk pipih melekuk setengah lingkaran, sedangkan daun dewasanya berbentuk silinder.
Diujung daun muda dan daun tua terdapat duri berwarna coklat kemerahan.
Dipermukaan daun terdapat lekukan longitudinal yang dangkal, sehingga tidak terlihat nyata.
Warna daun hijau muda diselingi bercak horisontal melingkari daun dengan warna lebih gelap daripada warna dasar daun.
Perbanyakan dengan stek batang atau pemisahan anakan.

3. Sansevieria Trifasciata.(dari Nigeria Selatan)
Memiliki ciri sbb :
Rimpang tumbuh merayap dipermukaan tanah dangkal.
Daun tebal berair membentuk helaian tegak yang menyatu dipangkal rimpang.
Daun berjumlah lebih dari 6 helai dengan lebar 5 sd 8 Cm dan panjang bisa lebih dari satu meter.
Ujung daun meruncing,tetapi tidak berduri. Beberapa jenis memilikiciri khas berupa pinggir dan bagian tengah daun berwarna kuning longitudinal, baik tegas maupun tersamar dengan warna dasar daun.
Daun tumbuh didalam tandan berwarna putih kehijauan dengan benangsari berjumlah enam.Di setiap tandan yang tumbuh tegak terdapat puluhan mahkota bunga yang pada beberapa jenis pada saat malam hari mengeluarkan aroma harum.
Beberapa jenis Sansevieria Trifasciata diantaranya : Lorentii, Bantel’s sensation, Futura, Hahnii, Hahnii medio picta, Golden Hahnii, Moonshine, Nelsonii, Silver Hahnii, Lilian true, Silver queen.

4. Sansevieria parva atau Kenya Hyacinth.(dari Kenya)
Memiliki ciri sbb :
a. Rimpang tumbuh pendek didalam tanah dan anakan tumbuh berimpit dengan tanaman induk.
b. Daunnya tumbuh tegak memanjang dengan panjang 20 sd 40 Cm dan lebar 1 sd 2 Cm.
c. Daun tumbuh roset terdiri dari sekitar 12 daun per tanaman, berwarna hijau muda dan terdapat hijau tua melingkar menyerupai cincin yang beraturan sepanjang daun.
d. Banyak jenis Sansevieria parva ini yang berdaun lurus dan melengkung dengan bermacam- macam corak, serta ada juga yang variegata.

5. Sansevieria Downsii Chahinian.(Malawi utara)
Memiliki ciri sbb :
a. Daun muda berbentuk bulat dan berwarna hijau keperakan dan akan menjadi hijau tua setelah dewasa.
b. Panjang daun sekitar 30 Cm, berbentuk meruncing dari ujung ke pangkal dan memiliki duri.
c. Perbanyakan dapat dilakukan dengan memisahkan anak dan stek daun tua.
d. Terdapat Sansevieriadownsii Variegata yang sifatnya relatif stabil, baik dari anakan maupun yang dihasilkan dari stek daun.

6. Sansevieria Scabrifolia.
Memiliki ciri sbb :
a. Memiliki daun yang lebarnya 1.5 sd 2.5 Cm dan panjang 30 sd 40 Cm, berwarna hijau muda dengan jumlah daun 10 sd 15 helai membentuk susunan roset.
b. Daun relatif tipis dibanding dengan jenis sansevieria lainnya dan terkadang bergelombang.
c. Anakan banyak tumbuh didekat tanaman induk.

7. Sansevieria Halii.(dari Zimbabwe)
Memiliki ciri sbb :
a. Daunnya sangat tebal, membentuk lekukan setengah lingkaran dan berujung tumpul.
b. Tepi daun muda berwarna coklat muda dan mengering seiring dengan bertambahnya umur.
c. Anakan pertama kali terbentuk sebagai daun tunggal dan pertambahan daun selanjutnya sangat lambat. Anakan hasil stek daun menghasilkan tunas berdaun lebih dari 1 helai.
d. Bunganya berwarna putih keunguan, namun pada kondisi sangat kering tanaman menghasilkan bunga bertangkai ungu kehitaman dan bercabang yang letaknya bersembunyi hampir didasar tanah.
Sansevieria halii ini ada 3 jenis : Halii Base ball, Blue bate serta lundii bate.

8. Sansevieria Kirkii.(dari anzania)
Memiliki ciri sbb :
a. Beragam bentuk daunnya , namun mudah dikenali karena daunnya tebal dengan sedikit mengandung air dan bentuknya agak bergelombang.
b. Panjang daun sekitar 30 Cm, pinggir daun berwarna merah marun dan mengering sejalan dengan pertumbuhan umurnya.
Beberapa jenis Sansevieria Kirkii : kirkii Pulcra (daun berwarna khas yakni hijau kecoklatan seperti warna tembaga, sehingga disebut juga Kirkii Coopertone, panjang daunnya bisa mencapai 1 meter); Kirkii Superclone (MenyerupaiKirkii pulcra, tetapi tumbuh tegak dan roset, diantara warna tembaga pada hijau daun terdapat bercak putih keperakan dengan susunan daun yang rapi, Anakan berada agak jauh dari indukannya dan tumbuh dari rimpang yang sedikit berkayu).

9. Sansevieria Masoniana.(Dari Congo)
Memiliki ciri sbb :
a. Rimpang besar, terkadang menggelembung dan tumbuh diatas permukaan tanah (keindahan rimpang ini sering ditonjolkan oleh para Hobiis).
b. Daun berbentuk Elips,tebal, dan pinggir daun berwarna merah.
c. Panjang daun dari yang pendek sekitar 20 Cm hingga bisa mencapai 1.5 meter.
d. Duduk daun berputar di dasar buku rimpang, selain itu jarang ditemukan helai daun sempurna dalam satu rangkaian.

10.Sansevieria Pinguicula.(dari Kenya)
Memiliki ciri sbb :
a. Memiliki akar / perakaran yang sangat kuat.
b. Bentuk daunnya yang tebal, ujung runcing dan terdapat duri berwarna coklat kemerahan.
c. Tumbuh stolon dari ujungnya yang kemudian menjadi tunas baru
d. Jenis ini tergolong lambat pertumbuhannya.

11. Sansevieria Sinus Simiorum.(dari Malawi selatan)
Memiliki ciri sbb :
a. Daun berbentuk silinder, berwarna hijau tua permukaan halus, tumbuh seperti kipas dengan jumlah 3 sd 4 helai daun saja.
b. Diameter silinder 2.5 sd 3 Cm
c. Pertumbuhannya tergolong lambat dan anakannya relatif sedikit.

12. Sansevieria Canaliculata.( dari Somalia & Madagascar)
Memiliki ciri sbb :
a. Daun berbentuk silinder halus berwarna hijau muda, denga diameter sekitar 1.5 Cm dengan ukuran panjang tergantung pada bibitnya.
b. Anakan berasal dari rimpang dan melekat dengan tanaman induknya.
c. Tanaman yang berasal dari stolon biasanya lebih pendek dibandingkan dengan yang dari rimpang.


(sumber : sansevieria-indogallery)

Sansevieria : Anti Polutan

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita dikelilingi oleh berbagai radiasi. Aktivitas yang kita lakukan dimana pun seperti di kantor, di lapangan, di rumah, di pasar dan lain tempat, ternyata selalu ada radiasi. Radiasi yang ada di sekitar kita ini dihasilkan oleh berbagai sumber energi. Listrik, peralatan elektronik, panas, cahaya dan berbagai gelombang elektromagnetik merupakan sumber radiasi yang sangat dekat. Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi yang telah disebutkan di atas ke lingkungan sekitarnya tanpa memerlukan media. Sedangkan dalam istilah sehari-hari, radiasi selalu diasosiasikan sebagai radioaktif dan salah satu sumber radiasi pengion seperti reactor nuklir. Selain radiasi, banyak energi yang bisa dipindahkan dengan cara konduksi, kohesi dan konveksi.Radiasi sendiri terbagi menjadi dua golongan yaitu radiasi yang bersumber dari alam dan radiasi yang berasal dari buatan manusia.
Ada tiga sumber utama radiasi yang bersumber dari radiasi alam (bukan buatan manusia) yaitu :
1. Sumber radiasi kosmis
Berasal dari luar angkasa, sebagian dari ruang antar bintang dan juga matahari dengan berbagai jenis sinarnya. Radiasi dari sinar matahari mengandung energi yang sangat tinggi terutama sinar ultra violet. Apabila berinteraksi dengan inti atom stabil di atmosfir dapat membentuk inti radioaktif seperti Carbon-14, Helium-3, Natrium-22 dan Be-7. Besarnya tingkat radiasi dapat dipengaruhi oleh letak geografis suatu wilayah, ketinggian tempat dan langsung atau tidaknya radiasi diterima.
2. Sumber radiasi terrestrial
Secara alami radiasi dipancarkan oleh radionuklida dalam kerak bumi yang sudah ada sejak bumi terbentuk. Jenisnya adalah deret uranium, yaitu peluruhan berantai mulai Uranium-238, Plumbum-206, deret Actinium (U-235, Pb-207) dan deret Thorium (Th-232, Pb-208). Radiasi terbesar yang diterima manusia berasal dari Radon (R-222) dan Thoron (Ra-220) sebab kedua nuklida ini berbentuk gas sehingga mampu menyebar kemana-mana. Tingkat radiasi yang dipancarkan dipengaruhi oleh konsentrasi radiasi yang terdapat di kerak bumi, seperti di Pocos de Caldas dan Guarapari dari Brazil. Kemudian Kerala dan Tamil Madu di India serta Ramsar di Iran. Tempat tersebut memiliki pancaran radiasi di atas rata-rata.
3. Sumber radiasi internal yang berasal dari tubuh manusia sendiri
Sejak lahir manusia sudah mempunyai sumber radiasi, namun bisa dihasilkan oleh makanan, pernapasan dan luka yang terjadi di tubuh. Radiasi internal ini terutama diterima dari radionuklida C-14, H-3, K-40 dan Radon. Selain itu juga Pb-210 dan Po-210 yang terdapat pada ikan dan kerang-kerangan. Sedangkan buah-buahan biasanya mengandung radiasi dari unsur K-40.

Di samping radiasi yang berasal dari alam ada juga sumber radiasi yang dibuat manusia. Ini yang sering mendatangkan bahaya besar. Radiasi buatan telah diproduksi manusia sejak abad ke-20 dengan ditemukannya sinar-X oleh WC Rontgen. Saat ini banyak sekali jenis sumber radiasi buatan manusia baik yang berupa zat radioaktif atau sumber pembangkit radiasi lainnya seperti mesin sinar-X, komputer dll.Radioaktif dibuat berdasarkan reaksi inti antara nuklida yang tidak radioaktif dengan neutron yang biasa disebut dengan reaksi fisi di dalam reactor atom. Radiasi buatan ini bisa memancarkan gelombang alpha, beta, gamma dan neutron.Belakangan tren yang berkembang adalah adanya reactor nuklir yang bisa mengakibatkan efek buruk apabila terjadi kebocoran atau ledakan pada reaktornya. Tak sedikit pula yang mengembangkannya menjadi senjata dengan berbagai jenisnya.Pengalaman di Perang Dunia Kedua menunjukkan bahwa bom atom yang dijatuhkan AS di Hiroshima dan Nagasaki Jepang sanggup memusnahkan kota dalam waktu sekejap saja. Radiasi yang ditimbulkannya berakibat sangat buruk pada diri manusia. Demikian pula dengan ledakan di reactor nuklir Chernobyl dampaknya sangat dirasakan oleh mereka yang bertempat tinggal di sekitar kawasan itu.Jadi sesungguhnya kita selalu bersentuhan dengan radiasi dengan tingkat pancaran yang berbeda-beda. Cahaya matahari, komputer, televisi, handphone, dan peralatan elektronik lainnya yang memancarkan gelombang elektromagnetik merupakan sumber radiasi yang sudah lekat dalam kehidupan dan aktivitas kita. Demikian pula dengan peralatan perang serta alat kedokteran modern yang memanfaatkan gelombang cahaya.Besarnya radiasi yang boleh diterima oleh mereka yang bekerja di lingkungan radiasi tidak boleh melebihi 50 milisievert per tahun. Sedangkan bagi masyarakat pada umumnya tak melebihi dari 5 milisievert per tahun. Jika melebihi dari angka di atas dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi kesehatan diri manusia itu sendiri. Demikian ketentuan dari International Atomic Energy Agency (IAEA)Karena radiasi sangat lekat dalam kehidupan, maka kita perlu menjaga diri agar radiasi yang terdapat di sekeliling kita itu tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Usaha preventif lebih baik dilakukan, salah satunya adalah dengan cara mengatur pemakaian peralatan yang memancarkan radiasi agar tidak berlebihan dan jika perlu memasang alat anti radiasi.Konon tanaman yang sering disebut sebagai "Lidah Mertua" bisa mengurangi dampak radiasi dari peralatan elektronik di rumah kita karena fungsinya yang mampu menyerap pancaran radiasi itu sendiri dari sumbernya. Sansevieria andalan itu dari jenis Bolpho Pyllom asal Amerika. Jenis ini adalah salah satu jenis sansevieria silin­dris langka yang biasa hidup di gurun pasir (Sumber Depkes)

UDARA di Indonesia makin polutif. Regulasi yang tidak tegas (inkonsisten) tentang emisi kendaraan bermotor, dan ketiadaan ruang publik yang bebas asap rokok, menyebabkan udara bersih menjadi barang langka, terutama di kawasan perkotaan.
Untuk mencarinya pun butuh biaya, misalnya pelesir ke kawasan wisata pegunungan atau dataran tinggi yang hawanya relatif masih bersih. Tidak adakah upaya lain yang bisa dilakukan masing-masing rumah tangga?
Ada! Peliharalah tanaman sansevieria. Nama ini mungkin masih asing bagi sebagian penggemar tanaman hias. Padahal sansevieria sudah dikenal sejak beberapa abad lalu, bahkan telah dibudidayakan sebagai tanaman hias pada awal abad ke-19.
Tanaman herba dari daerah tropis kering dan mediterania ini punya banyak istilah. Misalnya lucky plant, century plant, snakeskine plant, browsting hemp, the devil's luck, good luck plant, judas sward dan african devil's. Namun yang paling populer adalah mother in law's tongue (lidah mertua) atau snake plant (tanaman ular).
Masyarakat di China sudah lama mengenal tanaman ini. Bahkan orang yang menanam sansevieria diyakini akan ''mewarisi'' delapan kebaikan: kesuburan, panjang umur, kecerdasan, seni, yin-yang, kecantikan, kekuatan, dan kemakmuran.
Serap Racun
Bahkan dalam beberapa penelitian di mancanegara, sansevieria diketahui mampu menyedot 107 jenis racun. Termasuk racun-racun yang terkandung dalam polusi udara (karbonmonoksida), racun rokok (nikotin), bahkan radiasi nuklir !!!
Alasan inilah yang membuat Lembaga Penerbangan Antariksa AS (NASA) menanam ribuan sansevieria di dekat instalasi nuklirnya. Lokasi penanaman ini hanya berjarak sekitar 10-25 meter dari instalasi nuklir tersebut.
Apabila suatu saat terjadi kebocoran, maka ribuan sansevieria tersebut akan meredamnya. Tentu jenis tanaman yang satu ini sangat tepat kalau dibudidayakan di setiap kota, yang banyak terjadi polusi udara. Juga kalau kelak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Jepara sudah dioperasikan.
Sansevieria bisa ditanam di luar ruangan (out-door) maupun di dalam ruangan (in-door), termasuk ruang tamu. Apabila ingin menetralisasi racun rokok di dalam rumah, sebaiknya pada ruang tamu disediakan 1-3 tanaman atau 3-10 lembar daun. Makin banyak daun, makin bagus pula daya serapnya terhadap racun.
Apabila Anda belum percaya dengan kemampuan tanaman ini dalam menyerap racun, lakukanlah percobaan kecil-kecilan di rumah. Sediakan dua kantong plastik transparan. Kantong pertama diisi tanaman sansevieria, dan kantong lainnya dibiarkan kosong.
Sekarang kedua kantong diisi dengan asap rokok. Kalau dicek dengan alat ukur polusi, pastilah tingkat polusi pada kantong pertama jauh lebih rendah daripada kantong kedua. Sebab sebagian racun rokok sudah direduksi oleh daun sansevieria.
Melihat kemampuannya ini, beberapa kampung mulai menanam sansevieria di pinggir selokan rumah. Sebab daun tanaman ini dapat pula menyerap bau busuk pada air comberan di selokan tersebut.
(sumber:sansevieria-indogallery)

Jumat, 11 April 2008

Species Sansevieria

Sansevieria merupakan sejenis tumbuhan yang mempunyai lebih dari 70 spesies tumbuhan berbunga dalam keluarga Ruscaceae yang semula jadi kepada negara tropika Zaman Dahulu. Tumbuhan ini berherba pada pohon yang kecil berair selama-lamanya dengan kehijau-hijauan daun yang tumbuh dari 20 cm hingga 3m tinggi, kebanyakannya membentuk kelompok yang dalam daripada rizom atau stolon yang disebarkan. Bunganya berwarna kelabu berputih-putihan, dihasilkan pada rasem yang ringkas atau bercabang 40-90 cm panjang. Buahnya merupakan beri yang berwarna merah atau jingga. Jenis ini dinamakan berasaskan nama tuan putera San Severo, Raimondo di Sangro (1710-1771) di Italy. Ejaan 'Sansveria' dan 'Sansviera' biasanya dilihat juga, kekeliruan itu berasal daripada ejaan yang menyelang-nyelikan nama tempat Italy.

Spesies yang terkenal ialah:
  • Sansevieria aethiopica
  • Sansevieria angustiflora
  • Sansevieria arborescens
  • Sansevieria aubrytiana
  • Sansevieria braunii
  • Sansevieria canaliculata
  • Sansevieria concinna
  • Sansevieria cylindrica
  • Sansevieria dawei
  • Sansevieria deserti
  • Sansevieria dooneri
  • Sansevieria ehrenbergii
  • Sansevieria fasciata
  • Sansevieria gracilis
  • Sansevieria grandicuspis
  • Sansevieria grandis
  • Sansevieria hyacinthoides
  • Sansevieria intermedia
  • Sansevieria kirkii
  • Sansevieria liberica
  • Sansevieria longiflora
  • Sansevieria metallica
  • Sansevieria parva
  • Sansevieria phillipsiae
  • Sansevieria raffillii
  • Sansevieria roxburghiana
  • Sansevieria senegambica
  • Sansevieria singularis
  • Sansevieria stuckyi
  • Sansevieria subspicata
  • Sansevieria suffruticosa
  • Sansevieria trifasciata
  • Sansevieria zeylanica



Sansevieria : Tanaman Hias Anti Polutan

  1. Sansivera merupakan nama latin dari tanaman hias ‘Lidah Mertua’ yang memiliki keunggulan diantaranya:

    1. Sangat tahan terhadap polutan dan bahkan dapat menyerapnya , udara kotor karena polusi mampu diserapnya, begitu pula dengan asap rokok dan hasil pembakaran, radiasi dari berbagai peralatan elektronik seperti Computer, televisi, handphone, juga perlengkapan yang memanfaatkan Gelombang cahaya dan elektromagnetik mampu diminimalisir sehingga tidak berbahaya lagi bagi kesehatan

    2. Mampu bertahan hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, dan mampu bertahan hidup dalam suhu yang extrem sekalipun, disaat tanaman lain tidak dapat bertahan hidup.
    Penelitian yang dilakukan NASA selama 25 tahun menunjukkan bahwa lidah mertua mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya yang ada diudara sebab lidah mertua mengandung bahan aktif pregnane glikosid, yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organic, gula dan asam amino, dengan demikian unsur polutan tersebut jadi tidak berbahaya lagi bagi manusia. Perlu diketahui penyakit yang ditimbulkan oleh polutan sebagian besar adalah penyakit berat dengan resiko kematian tinggi. Sansivera juga menjadi objek penelitian tanaman penyaring udara NASA untuk membersihkan udara di stasiun ruang angkasa.

    3. Berdasarkan riset dari Wolfereton Environmental Service, kemampuan setiap helai daun lidah mertua bisa menyerap 0.938 mikrogram per jam formalheid. Bila disetarakan dengan ruangan berukuran 75 meter persegi cukup diletakkan lidah mertua dengan 4 helai daun saja. Maka rumah dengan ukuran luas 200 meter persegi sebenarnya hanya memerlukan lidah mertua sebanyak 2 pot saja. Tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan harus menyediakan AC plasma Cluster yang tetap tidak bisa menyerap radiasi dan mereduksi polutan. Jadi sansivera sangat baik diletakkan pada lokasi yang banyak polutan dan sumber radiasi seperti di smoking area, lokasi padat kendaraan, daerah padat penduduk atau didekat peralatan elektronik.

    4. Sansivera adalah tanaman yang mampu bertahan hidup didalam ruangan (indoor), cukup dikeluarkan 1 minggu sekali agar terkena cahaya matahari lalu dimasukkan lagi kedalam ruangan.
    Sansivera jenisnya mencapai 600 an. Dari harga yang ribuan sampai puluhan juta rupiah tergantung jenis, keindahan dan kelangkaanya, Namun fungsi dan manfaatnya sama, hanya estetika dan prestise yang beda.

    Jadi ternyata menciptakan lingkungan yang indah sekaligus sehat ternyata tidak sulit bukan ?
    (Dari berbagai sumber)

Sansevieria : Tanaman Hias Anti Polutan

Sansivera merupakan nama latin dari tanaman hias ‘Lidah Mertua’ yang memiliki keunggulan diantaranya:


1. Sangat tahan terhadap polutan dan bahkan dapat menyerapnya , udara kotor karena polusi mampu diserapnya, begitu pula dengan asap rokok dan hasil pembakaran, radiasi dari berbagai peralatan elektronik seperti Computer, televisi, handphone, juga perlengkapan yang memanfaatkan Gelombang cahaya dan elektromagnetik mampu diminimalisir sehingga tidak berbahaya lagi bagi kesehatan


2. Mampu bertahan hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, dan mampu bertahan hidup dalam suhu yang extrem sekalipun, disaat tanaman lain tidak dapat bertahan hidup.
Penelitian yang dilakukan NASA selama 25 tahun menunjukkan bahwa lidah mertua mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya yang ada diudara sebab lidah mertua mengandung bahan aktif pregnane glikosid, yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organic, gula dan asam amino, dengan demikian unsur polutan tersebut jadi tidak berbahaya lagi bagi manusia. Perlu diketahui penyakit yang ditimbulkan oleh polutan sebagian besar adalah penyakit berat dengan resiko kematian tinggi. Sansivera juga menjadi objek penelitian tanaman penyaring udara NASA untuk membersihkan udara di stasiun ruang angkasa.


3. Berdasarkan riset dari Wolfereton Environmental Service, kemampuan setiap helai daun lidah mertua bisa menyerap 0.938 mikrogram per jam formalheid. Bila disetarakan dengan ruangan berukuran 75 meter persegi cukup diletakkan lidah mertua dengan 4 helai daun saja. Maka rumah dengan ukuran luas 200 meter persegi sebenarnya hanya memerlukan lidah mertua sebanyak 2 pot saja. Tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan harus menyediakan AC plasma Cluster yang tetap tidak bisa menyerap radiasi dan mereduksi polutan. Jadi sansivera sangat baik diletakkan pada lokasi yang banyak polutan dan sumber radiasi seperti di smoking area, lokasi padat kendaraan, daerah padat penduduk atau didekat peralatan elektronik.


4. Sansivera adalah tanaman yang mampu bertahan hidup didalam ruangan (indoor), cukup dikeluarkan 1 minggu sekali agar terkena cahaya matahari lalu dimasukkan lagi kedalam ruangan.
Sansivera jenisnya mencapai 600 an. Dari harga yang ribuan sampai puluhan juta rupiah tergantung jenis, keindahan dan kelangkaanya, Namun fungsi dan manfaatnya sama, hanya estetika dan prestise yang beda.


Jadi ternyata menciptakan lingkungan yang indah sekaligus sehat ternyata tidak sulit bukan ?